Aliansi Nasional Reformasi Hukum Telematika Indonesia (Aliansi) sangat prihatin dengan keinginan pemerintah untuk mengontrol kembali kebebasan-kebebasan dasar yang telah mendapatkan jaminan konstitusional di Indonesia.
Kontrol ini sebagian telah terlaksana melalui tangan Departemen Komunikasi dan Informatika dengan 4 PP Penyiaran yang memangkas kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, Kewajiban Registrasi Nomor Telepon Seluler Pra Bayar, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Negara Republik Indonesia selain telah menjamin Hak Asasi Manusia dalam Perubahan II UUD 1945, Pemerintah juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang tentunya membawa kewajiban Internasional untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan Indonesia.
Namun UU ITE telah jelas tidak mengakui perhormatan, pemajuan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia, dan mengabaikan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan agar setiap materi muatan peraturan perundang-undangan menceminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Dalam Konsideran Mengingat UU ITE sama sekali tidak mencantumkan ketentuan apapun tentang Hak Asasi Manusia, oleh karena itu dalam pandangan Aliansi UU ini telah menunjukkan watak aslinya yang mengabaikan Hak Asasi Manusia
UU ITE ini juga tidak mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang disyaratkan dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat
Aliansi memperkirakan setidaknya ada 7 ketentuan dalam UU ITE yang berpotensi mengancam diantarnya adalah Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), dan Pasal 45 ayat (2).
Sementara itu UU ITE juga memberikan cek kosong dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan implementasi dari Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 40 ayat (2).
UU ITE ini juga mengesahkan perluasan kembali kewenangan Depkominfo yang sangat ditolak oleh kalangan media. Aparat Depkominfo akan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, disamping Penyidik Polri, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam pandangan Aliansi ini adalah upaya sistematis dari Depkominfo untuk mengembalikan kejayaan pada saat Depkominfo masih bernama Departemen Penerangan.
Selain UU ITE, Pemerintah dan DPR juga sedang membahas RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi (RUU TIPITI) yang RUU dan naskah akademiknya di siapkan oleh Global Internet Policy Initiative - Indonesia, Cyber Policy Club, dan Indonesia Media Law and Policy Center. Sebuah RUU yang juga tak kalah mengancam kemerdekaan berpendapat dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Oleh karena itu, kami, Aliansi Nasional Reformasi Hukum Telematika Indonesia menyatakan sikap:
1. Menolak kontrol negara atas kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi dalam segala bentuknya di Indonesia
2. Mengecam ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang mengancam kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi dalam UU ITE
3. Mendesak agar pemerintah segera melakukan amandemen terhadap UU ITE agar sesuai dengan kewajiban-kewajiban Internasional Indonesia dalam konteks hak asasi manusia dan juga tidak melanjutkan pembahasan RUU TIPITI yang sangat mengancam kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi di Indonesia
4. Menyerukan agar seluruh komponen masyarakat sipil di Indonesia untuk mengawasi dengan ketat setiap pembuatan peraturan perundang-undangan di DPR agar tidak bertabrakan dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Asasi Manusia
Jakarta, April 2008
Aliansi Nasional Reformasi Hukum Telematika Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Komunitas Bloger Benteng Cisadane (KBBC)
Center for Democratic and Transparency (CDT)
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
Dikirim Oleh: anggara@anggara.org
Kontrol ini sebagian telah terlaksana melalui tangan Departemen Komunikasi dan Informatika dengan 4 PP Penyiaran yang memangkas kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, Kewajiban Registrasi Nomor Telepon Seluler Pra Bayar, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Negara Republik Indonesia selain telah menjamin Hak Asasi Manusia dalam Perubahan II UUD 1945, Pemerintah juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang tentunya membawa kewajiban Internasional untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan Indonesia.
Namun UU ITE telah jelas tidak mengakui perhormatan, pemajuan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia, dan mengabaikan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan agar setiap materi muatan peraturan perundang-undangan menceminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Dalam Konsideran Mengingat UU ITE sama sekali tidak mencantumkan ketentuan apapun tentang Hak Asasi Manusia, oleh karena itu dalam pandangan Aliansi UU ini telah menunjukkan watak aslinya yang mengabaikan Hak Asasi Manusia
UU ITE ini juga tidak mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang disyaratkan dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat
Aliansi memperkirakan setidaknya ada 7 ketentuan dalam UU ITE yang berpotensi mengancam diantarnya adalah Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), dan Pasal 45 ayat (2).
Sementara itu UU ITE juga memberikan cek kosong dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan implementasi dari Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 40 ayat (2).
UU ITE ini juga mengesahkan perluasan kembali kewenangan Depkominfo yang sangat ditolak oleh kalangan media. Aparat Depkominfo akan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, disamping Penyidik Polri, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam pandangan Aliansi ini adalah upaya sistematis dari Depkominfo untuk mengembalikan kejayaan pada saat Depkominfo masih bernama Departemen Penerangan.
Selain UU ITE, Pemerintah dan DPR juga sedang membahas RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi (RUU TIPITI) yang RUU dan naskah akademiknya di siapkan oleh Global Internet Policy Initiative - Indonesia, Cyber Policy Club, dan Indonesia Media Law and Policy Center. Sebuah RUU yang juga tak kalah mengancam kemerdekaan berpendapat dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Oleh karena itu, kami, Aliansi Nasional Reformasi Hukum Telematika Indonesia menyatakan sikap:
1. Menolak kontrol negara atas kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi dalam segala bentuknya di Indonesia
2. Mengecam ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang mengancam kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi dalam UU ITE
3. Mendesak agar pemerintah segera melakukan amandemen terhadap UU ITE agar sesuai dengan kewajiban-kewajiban Internasional Indonesia dalam konteks hak asasi manusia dan juga tidak melanjutkan pembahasan RUU TIPITI yang sangat mengancam kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi di Indonesia
4. Menyerukan agar seluruh komponen masyarakat sipil di Indonesia untuk mengawasi dengan ketat setiap pembuatan peraturan perundang-undangan di DPR agar tidak bertabrakan dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Asasi Manusia
Jakarta, April 2008
Aliansi Nasional Reformasi Hukum Telematika Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Komunitas Bloger Benteng Cisadane (KBBC)
Center for Democratic and Transparency (CDT)
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
Dikirim Oleh: anggara@anggara.org